08 AUGUST 2014 | 13.50 WIB
Mohammad
Yasya Bahrul Ulum kembali menjadi kebanggaan kampus ITS dengan gemilang
prestasinya. Setelah berhasil menyabet juara pertama Olimpiade Sains Nasional
(OSN) Pertamina bidang Matematika, mahasiswa angkatan 2013 tersebut kini
membawa harum nama Indonesia di kancah internasional. Yasya sukses merebut
medali emas dalam ajang bergengsi International Mathematics Competition (IMC)
for University Student 2014 di Blageovgrad, Bulgaria.
Prestasi ini menjadi kali
kedua bagi Indonesia dalam meraih medali emas di IMC. Sebelumnya, Albert
Gunawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) juga mempersembahkan medali yang
sama di tahun 2010. Kompetisi yang berlangsung selama sepekan sejak Selasa (29/8)
lalu diikuti oleh 324 peserta dengan lebih dari 44 negara.
Dalam kompetisi ini, para
peserta diminta memecahkan masalah dalam bentuk essay. Bidang
yang dikompetisikan adalah aljabar, analisis, geometri dan kombinatorik.
Peserta diberikan lima soal yang disajikan dalam bahasa Inggris setiap harinya.
Waktu untuk mengerjakannya adalah selama dua hari. ''Setiap harinya diberikan
alokasi waktu satu jam,'' tutur Yasya.
Meski sempat merasa minder,
Yasya terus mengerjakan soal dengan usaha terbaiknya. Ia mengaku, secara
keseluruhan ada tiga soal yang belum bisa ia jawab dengan benar. ''Saya tidak
bisa mengerjakan soal bagian kombinatorik, cukup susah,'' akunya.
Pun demikian, mahasiswa
Jurusan Teknik Elektro ini berhasil memperoleh selisih nilai 30 poin dari grand first prize dan
menempatkannya dalam posisi emas. Dengan perolehan itu, Yasya berhasil unggul
dari pesaing lain yang berasal dari perguruan tinggi ternama di dunia, seperti
Universitat Bonn di Jerman, Yale University di Amerika Serikat, University of
Gottingen di Jerman, Moscow Institute of Physics and Technology di Rusia,
University College London, Universidad Nacional Autonoma de Mexico, University
of Illinois at Urbana Campaign serta Nanyang Technological University
Singapura.
Dari keseluruhan lawan, Israel
menurut Yasya tetap menjadi lawan terberatnya. ''Peraih first grand
prize berasal dari Israel,'' ujarnya. Seperti dikutip dari
laman resmi IMC, Israel menempatkan lima mahasiswanya di posisi emas, sehingga
berhasil meraih juara umum. Sedangkan Yasha menjadi satu-satunya peraih emas
dari enam delegasi lain yang dikirim Indonesia dalam kompetisi ini.
Atas prestasi tersebut, Yasya
dianugerahi beasiswa Olimpiade Sains Internasional (OSI) dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RepubIik Indonesia hingga studi doktoral di seluruh
perguruan tinggi di dunia. Saat ditanya rencana studi magisternya, Yasya
mengaku menginginkan kuliah di Jurusan Matematika ITB. ''Saya ingin
mempersiapkan dulu kemampuan Matematika saya di ITB, baru ke luar negeri,'' ujarnya
saat dihubungi ITS
Onlinemelalui telepon.
Sebelum melenggang ke tingkat
internasional, Yasha telah melewati berbagai tahapan seleksi, baik tingkat
regional maupun nasional. Selepas meraih juara pertama OSN Pertamina tingkat
nasional, Yasya beserta peraih medali emas, perak dan perunggu Olimpiade
Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ON-MIPA) mengikuti seleksi final
untuk menentukan tujuh mahasiswa terbaik.
''Dari situ lah pembinaan
mulai gencar dilakukan,'' ucap alumnus SMAN Sragen Billingual Boarding School
(SBBS) gemolong ini. Ketujuh mahasiswa tersebut dibina secara intensif di
Jakarta selama dua minggu oleh dosen-dosen berpengalaman. ''Di sana saya
menghabiskan 10 jam setiap harinya untuk belajar soal, kalau hari-hari biasa
sekitar 3 jam biasanya,'' ungkap pria yang bercita-cita menjadi ilmuwan
dan businessman ini.
Bangun
Mental dengan Shalat Malam
Prestasi ini memang bukan
kiprah pertama bagi Yasya dalam olimpiade Matematika. Ia memiliki catatan
prestasi gemilang dalam kompetisi yang membutuhkan ketelitian tinggi ini. Sejak
SMP, putra pasangan Imam Chumaedi dan Shofiyah ini telah beberapa kali
menjuarai OSN. Hingga saat duduk di bangku SMA, ia berhasil mempersembahkan
medali emas bagi Jawa Tengah dalam OSN tingkat nasional.
Ditelusuri lebih lanjut,
ternyata kesuksesan Yasya di ajang olimpiade Matematika tidak hanya karena
ketekunannya dalam belajar dan berlatih soal. Ia selalu menyempatkan diri untuk
shalat malam setiap harinya. Menurutnya, rutinitas tersebut ia lakukan untuk
membangun mental positifnya. ''Kita bisa intropeksi diri dan memperkuat
semangat serta motivasi,'' ungkap pria yang saat ini berumur 20 tahun itu.
Mahasiswa yang hobi
bermain games dan
olahraga futsal ini berpesan kepada mahasiswa dan para pelajar lainnya untuk
tidak bermalas-malasan dalam belajar. Menurutnya, pemuda adalah generasi masa
depan yang menjadi penentu kemajuan Indonesia. ''Kalau bermalas-malasan, ya
negeri kita akan bobrok,'' tandasnya impresif. (mis/oly)
Sumber :
https://www.its.ac.id/berita/13814/en